Di suatu sore seorang anak datang kepada ayahnya yang sedang membaca koran.
"Ayah, ayah.." kata sang anak.
"Ada apa?" kata sang ayah.
"Aku capek yah, aku sangat capek karena aku belajar mati-matian untuk mendapat nilai bagus, sedangkan temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek. Aku mau menyontek saja! Aku capek, aku sangat capek karena terus membantu ibu untuk membersihkan rumah, sedangkan temanku punya pembantu untuk membersihkan rumahnya. Aku ingin punya pembantu saja! Aku juga capek karena harus terus menabung, sedangkan temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung. Aku ingin jajan terus! Aku sangat capek karena harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti teman-temanku, sedangkan temanke seenaknya saja membicarakan aku hingga aku sakit hati! Aku capek ketika harus menjaga sikapku untuk terus menghormati teman-temanku, sedangkan mereka seenaknya saja bersikap kepadaku! Aku capek Ayah , aku capek terus-terusan menahan diri! Aku ingin seperti mereka Ayah, mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka!"
Kemudian sang anak menangis setelah menyampaikan keluhan kepada ayahnya. Sang ayah hanya diam, tersenyum dan mengelus kepala anaknya.
"Anakku ayo ikut ayah, akan ayah tunjukkan sesuatu kepadamu.." kata sang ayah sambil menggandeng tangan anaknya.
Kemudian mereka menelusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur dan ilalang. Lalu sang anak pun mulai mengeluh, "Kita mau kemana Ayah? Aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku terluka kena duri, badanku dikerubungi semut-semut, berjalan pun susah karena banyak ilalang. Aku tidak suka jalan ini Ayah!"
Sang ayah hanya diam. Sampai akhirnya mereka sampai di sebuah telaga yang sangat indah. Airnya segar, ada banyak kupu-kupu, bunga-bunga, serta pepohonan yang rindang.
"Wah, tempat apa ini yah?"
Sang ayah hanya dian dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan yang hijau.
"Kemarilah Anakku, ayo duduk di samping ayah."
Sang anak pun duduk di samping ayahnya.
"Anakku tahukah kau kenapa di sini begitu sepi? Padahal tempat ini begitu indah, kan?" lanjut sang ayah.
"Tidak tahu Ayah. Memangnya kenapa?"
"Itu karena orang-orang tidak mau menelusuri jalan jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga di sini. Tapi mereka tidak bisa bersabar untuk menelusuri jalan itu."
"Oh, berarti kita irang yang sabar ya yah? Alhamdulillah.."
"Nah akhirnya kau mengerti, kan?"
"Mengerti apa yah? Aku tidak mengerti apa-apa Ayah.."
"Anakku, butuh kesabaran dalam belajar. Butuh kesabaran dalam bersikap baik. Butuh kesabaran dalam kejujuran. Butuh kesabaran dalam setiap kebaikan. Agar kita mendapatkan kemenangan seperti menelusuri jalan tadi bukankah kau juga harus sabar? Saat duri melukaimu, saat sepatumu kotor karena lumpur , melewati ilalang, dan saat tubuhmu dikerubungi serangga kau harus bersabar. Dan akhirnya terbayarkan, kan? Ada telaga yang sangat indah di ujung jalan jelek tadi. Seandainya kau tidak sabar, apa yang akan kau dapat? Kau tidak akan mendapatkan apa-apa. Oleh karena itu bersabarlah Anakku."
"Tapi kan yah untuk bersabar itu tidak mudah.."
"Ayah tahu itu, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau kuat. Begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh kami bisa mengangkatmu. Tapi ingatlah Anakku, ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti kau harus bisa berdiri sendiri. Maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu kepada orang lain. Jadilah dirimu sendiri. Seorang pemuda muslim yang kuat akan tabah dan istiqomah karena ia tahu Allah selalu ada di sampingnya. Dengan begitu kau akan dapati dirimu tetap berjalan menelusuri kehidupan untuk berhenti dan akhirnya pulang. Maka kau tahu bagaimana akhirnya, kan nak?"
"Iya Ayah, aku tahu. Aku akan dapat surga yang indah, lebih indah dari telaga ini. Sekarang aku mengerti, terimakasih Ayah. Aku akan tegar saat yang lain terlempar.."
Sang ayah kemudian tersenyum dan mengelus kepala anaknya. Lalu mereka pulang ke rumah melewati jalan diseberang telaga yang telah diaspal. (yang diaspal jalannya, bukan telaganya)
"Hah, kenapa tadi kita tidak melewati jalan ini saja Ayah?!"
"Hahaha, ayah hanya ingin mengerjaimu saja saat kau menangis tadi."
"Kalau begitu siapa yang terakhir sampai rumah tidak boleh menonton tv selama seminggu! Lariiiiiiiiii......."
"Hey, tunggu!" teriak sang ayah yang berlari mengejar anaknya.
Keluarga yang bahagia ya, ckck~
END.
Sumber: SMS si Jube*
